Kebangkitan “Orang-orang yang Amat
Menyenangkan”
Oleh : Madinatul M. (Didin)
Oleh : Madinatul M. (Didin)
Perpustakaan Umum terlihat ramai dengan kedatangan
sekelompok orang-orang baru yang sebelumnya jarang terlihat. Hal ini
mengindikasikan bahwa Perpustakaan Umum mulai bergeliat dalam hal cakupan
menarik masyarakat untuk datang dan peduli dengan keberadaan perpustakaan
ditengah-tengah masyarakat.
Ketika
ditemui, sekelompok orang ini mengaku bahwa dirinya adalah peserta dari
Pelatihan yang diadakan oleh Perpustakaan Umum, tepatnya Pelatihan Komputer dan
Internet Dasar serta Pelatihan Strategi Pengembangan Perpustakaan yang
diselenggarakan Perpustakaan Umum Pamekasan terhitung mulai tanggal 10 November
sampai dengan 04 Desember 2014. Untuk diketahui, pelatihan ini merupakan bukti
kontinuitas dari pelaksanaan Program PerpuSeru melalui Coca Cola Foundation
Indonesia (CCFI) didukung oleh Bill and Malinda Gates Foundation yang bertujuan
untuk menjadikan perpustakaan sebagai pusat belajar dan berkegiatan mayarakat
berbasis teknologi informasi dan komunikasi, dengan harapan dapat memberi
dampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan sasaran yaitu pemuda,
perempuan dan wirausahawan khususnya disektor pendidikan, kesehatan dan
ekonomi.
Program
PerpuSeru pada fase pertama sebelumnya telah membantu pengembangan
Perpustakaan-Perpustakaan Daerah Kabupaten Pamekasan sejak November 2011, kini dalam
fase kedua memperluas area binaan pada pengembangan Perpustakaan Desa yang
sebelumnya telah dipilih secara khusus melalui berbagai jenis penilaian hingga
akhirnya terpilihlah 5 Perpustakaan Desa yang menjadi mitra PerpuSeru dari 76
Perpustakaan Desa di 19 Perpustakaan Kabupaten dan di 12 Perpustakaan Propinsi.
Lima (5) desa tersebut adalah Desa Artodung, Desa Bajang, Desa Bunder, Desa
Pagendingan dan Desa Potoan Daya di Kabupaten Pamekasan.
Dalam
program fase kedua ini, PerpuSeru menggandeng para Fasilitator yang direkrut
melalui tim seleksi fasilitator dari Peacbromo yang bertugas untuk menjadi
fasilitator bagi Perpustakaan Desa sekaligus mendampingi kegiatan pemanfaatan
Perpustakaan Desa sebagai tindak lanjut dari Kegiatan Pelatihan, dan salah satu
dari Fasilitator tersebut adalah penulis sendiri, yaitu Madina. Siapa dan
mengapa harus Madina, berikut penjelasan singkatnya.
Saya
adalah seorang introver. Itulah hal pribadi yang saja kaji sendiri dengan
mempelajari ciri-ciri seorang introver diberbagai literatur. Dan sehubungan
dengan pekerjaan baru yang diamanahkan ALLAH terhadap saya kali ini melalui
Perpuseru dan Peacbromo, saya pun harus acapkali belajar perlahan melalui gaya
dan perilaku rekan dan sahabat fasilitator di Bali pada saat pelatihan di bulan
Oktober yang lalu. Pasalnya pekerjaan baru ini, tidak hanya membutuhkan manusia
yang hebat dalam mengolah kata dan menorehkan semuanya diatas kertas seperti
hal yang menjadi dasar hobi pribadi saya. Namun, setelah melalui pelatihan dan
outbound, saya sadar bahwa saya harus merubah sedikit gaya dengan belajar
menjadi seorang ekstrover. Itu tuntutan pekerjaan baru sekaligus tuntutan “gaya
dunia baru” yang diyakini publik dimiliki oleh para ekstrover.
Dikutip
dari sebuah buku berjudul “Quite” karya Susan Cain, seorang psikolog
kepribadian David Winter mengemukakan bahwa para introver dan ekstrover berbeda
pada tingkat rangsangan luar yang mereka butuhkan untuk berfungsi dengan baik.
Seorang introver merasa ‘baik saja’ dengan sedikit rangsangan, seperti saat mereka
dengan tenang menyeruput teh dengan seorang sahabat, menyelesaikan teka-teki
silang, atau membaca buku. Sedangkan seorang ekstrover menikmati kegembiraan
ekstra dari aktivitas seperti bertemu dengan orang baru atau menyetel musik
dengan keras. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran saya tuk melakukan tugas
pekerjaan baru ini sebagai tantangan bagi kepribadian dan dunia baru yang akan
saya hadapi tanpa mengubah sepenuhnya karakter pribadi sebelumnya. Harapan saya
adalah semuanya bisa berjalan beriringan, bersinggungan namun tidak memotong. Apalagi
yang akan saya temui nanti adalah masyarakat desa yang luas dan kaya akan
karakter yang harus dipelajari satu persatu kebutuhannya.
Tepatnya
pada tanggal 24 s/d 27 November 2014 kami melaksanakan pelatihan tahap pertama
yaitu Pelatihan Komputer dan Internet Dasar dan sekaligus dalam tahap ini, saya
pun memulai aksi perdana saya sebagai seorang fasilitator yang baru pertama
kali mendampingi peserta pelatihan seperti ini. Pelatihan yang diikuti oleh
yang saya sebut sebagai orang-orang desa yang hebat. Saat menyampaikan materi
pun rasa gugup dan demam panggung pasti terjadi, dan memang terjadi. Namun hal
tersebut hanya terjadi di hari pertama dan kedua, selebihnya keajaiban pun
terjadi. Aksi pertama saya adalah mendekati para kaum wanita yang biasanya suka
ngobrol pada saat coffee break maupun ishoma. Didalam obrolan para kaum wanita
inilah, kepribadian ini ditempa. Bertanya, menjawab, merespon, tertawa, heran
dan sebagainya harus dilakukan demi diterima menjadi teman obrolan yang baik
sekaligus untuk melakukan pendekatan secara emosional. Sejenak merasa menjadi
lebih baik dan nyaman dari sebelumnya.
Selanjutnya
hal menarik dalam pelatihan Strategi Pengembangn Perpustakaan yang digelar pada
tanggal 01 s/d 04 Desember 2014 adalah sesi “Role Play” (bermain peran) yang kami sajikan sebagai latihan adegan
langsung dalam sesi Promosi. Sebelum melakukan Role Play, kami para Fasilitator menjelaskan terlebih dahulu
definisi konsep dari hal tersebut. Setelah peserta memahaminya, kami membagi
peserta menjadi 3 kelompok dan kemudian diberi waktu 15 menit untuk melakukan
diskusi persiapan Role Play dalam
rangka mempromosikan sebuah produk barang/jasa. Promosi paling heboh diantara
semua kelompok adalah promosi yang dilakukan oleh
kelompok
Desa Pagendingan dengan produk yang diberi nama “minuman obat kuat pria cap “HAJAR
MUSLIMAT”. Dari membaca brand minuman tersebut, kami semua sudah dibuat
teringkal-pingkal, ditambah lagi dengan aksi promosi yang tak kalah lucu dan
kocak. Adegannya dimulai dengan promosi produk minuman obat tersebut disertai
komposisi, kegunaan/manfaat, harga, dll. Kemudian dilanjutkan dengan testimoni
yang diawali dengan adegan sepasang suami istri yang tengah mengalami
‘kegalauan seksual’. Setelah tertarik dengan promosi minuman obat tersebut,
akhirnya pasangan tersebut mengkonsumsi minuman obat tersebut, dan akhirnya
keluarga menjadi lebih harmonis. Respon peserta lainnya pun sangat beragam,
dari memegang perut karena tertawanya tak mau berhenti, sampai ada yang menangis
karena saking lucunya dan bahkan ada yang bolak balik ke kamar mandi hanya
karena tidak kuat menahan tawa.
Keajaiban
momentum lainnya yang saya anggap sebagai kejutan adalah figur seorang Ibu Hera
yaitu salah satu peserta pelatihan dari Desa Artodung Kecamatan Galis. Melalui
berbagai pendekatan, Ibu ini akhirnya bersedia bercerita tentang dirinya yang
tengah berusia 43 tahun dan tidak merasa malu bila berkata “saya memang tidak
tahu komputer, tapi saya ingin belajar, tolong telaten dalam mengajari saya
nanti”. Itulah kata yang menggedor-gedor batin saya. Ternyata usia kepala empat
bukanlah sebuah halangan. Berangkat dari latar belakang keluarga seorang
petani, dengan rumah yang sederhana dan 1 orang anak, Ibu ini sangat terlihat
berbeda dengan saya. Ibu Hera mengungkapkan bahwa beliau tidak ingin
ketinggalan zaman, dan selalu ingin belajar lebih. “Melalui pelatihan yang
diadakan di Perpustakaan Daerah ini, saya merasa sudah saatnya saya bangkit
dari hanya menjadi seorang Ibu Rumah Tangga yang setiap hari menyiapkan makanan
untuk suami dan saudara yang pergi ke sawah menjadi seorang Ibu Rumah Tangga
yang ingin punya nilai lebih sebagai seorang wanita yang tidak hanya mangan,
macak, dan manak”, ungkapnya.
Hal
inilah yang saya sebut sebagai kebangkitan dari orang-orang yang amat menyenangkan.
Sosok Ibu Hera yang polos dan lugu, memberi gambaran terhadap saya bahwa beliau
adalah seorang ekstrover yang rendah hati. Disetiap sesi penggalian gagasan oleh
para fasilitator, Ibu ini tidak pernah ragu mengacungkan jari telunjuknya untuk
mengungkapkan apapun yang ada dalam pemikirannya, walau akhirnya kadang
gagasannya ditertawakan oleh rekan lainnya karena bagi rekan lainnya, gagasan
tersebut terlalu dangkal. Namun saya melihat sebuah pemikiran yang sederhana
dari Ibu Hera ini. Tidak semua hal bisa dijawab dengan jawaban yang sangat
mendalam, bahkan hal yang sederhana dan penuh kejujuran pun mampu membuka
kesadaran yang benar-benar hakiki. Bagi saya, sosok Ibu Hera yang ekstrover
adalah fasilitator bagi kepribadian saya yang introver. Hal inilah yang
menyenangkan bagi saya, karena saya menemukan sisi terang dari sebuah
kepribadian baru yang belum pernah saya alami. Seolah-olah melatih otak kanan
dan kiri bekerja bersama-sama. Akhirnya saya pun mulai mengadopsi keberanian
“gaya ekstover” ala Ibu Hera ini terhadap diri saya sendiri di depan para
peserta, dan Alhamdulillah mulai ada perubahan walau sangat terlalu hati-hati
saya melakukannya.
Sangat
menyenangkan rasanya, bangkit bersama. Para peserta pelatihan pun semakin dekat
dengan saya baik disaat pelatihan maupun saat pelatihan telah usai, dan saya
pun mulai lincah mendekati mereka dengan komunikasi yang baik. Seperti halnya
disaat saya memberanikan diri bertamu kerumah Ibu Hera di Desa Artodung. Entah
berapa kali saya dipeluknya, dan saya sempatkan untuk berfoto bersama (lihat foto disamping).
Saya
sendiri pun sebagai seorang fasilitator mulai berbenah diri, menghadapi
berbagai karakter masyarakat desa. Perlahan dengan mempelajari kapan gaya
ekstrover diperlukan dan kapan saya harus menjadi diri sendiri kembali. Kebangkitan
ini menjadi momen sejarah dalam hidup saya, dan semoga Dengan pelatihan ini, saya
merasa bahwa inilah tempaan karater diri bagi “kekuatan introvert didalam dunia
yang tidak bisa berhenti bicara”. Titik simpul yang saya pahami adalah bahwa
semua manusia memiliki beragam kepribadian yang sangat unik, tinggal bagaimana
kita melakukannya dan kapan serta dimana kita berada dan berperilaku. “Do what you love, and love what you do”.
Dan inilah kesenangan yang sebenarnya, saya merasa berubah dari orang yang kaku
menjadi orang yang mulai menyenangkan. “ Pertemuan
dua kepribadian itu seperti kontak antara dua zat kimia yang berbeda; jika
muncul sebuah reaksi, keduanya berubah ” – Carl Jung-. Sempat saya bertanya
kepada ALLAH “why me... ?”, dan inilah salah satu jawabannya. Salaam.
No comments:
Post a Comment